Hikayat Patani
Bismi-lLâhi-rrahmân-irrahîm.
wabihî nasta'înu, bi-ILâhi al-a'lâInilah
Suatu kisah yang diceterakan oleh
orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu. Adapun raja
di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya TuKerub Mahajana
pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu
Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah.Syahdan
maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai
dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi
berburu. Pada suatu hari Paya TuNaqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya
dihadap oleh segala menteri pegawai, hulubalang dan ra'yat sekalian. Arkian
maka titah baginda:
"Aku dengar khabarnya perburuan
sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon."
Maka sembah segala menteri:
"Daulat Tuanku, sungguhlah
seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian
juga."
Maka titah Paya Tu Naqpa:
"Jikalau demikian kerahkanlah
segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut
itu."
Maka sembah segala menteri
hulubalangnya:
"Daulat Tuanku, mana titah Duli
Yang Mahamulia patik junjung."
Arkian
setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan
segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada
tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pundidirikan
oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam di dalam kemah
dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan
orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap
baginda maka sembahnya:
"Daulat Tuanku, pada hutan
sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya."
Maka titah baginda:
"Baiklah esok pagi-pagi kita
berburu"
Maka setelah keesokan harinya maka
jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun masuklah ke dalam
hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi hingga datang
mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat
hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan baginda sendiri
itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekira-kira duajam
lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan
suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka
baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah
baginda:
"Apa yang disalak oleh anjing
itu?"
Maka sembah mereka sekalian itu:
"Daulat Tuanku, patik mohonkan
ampun dan karunia. Ada
seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya
gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu
pun lenyaplah pada pantai ini."
Setelah baginda menengar
sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka
baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan
menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari mana
datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya. Maka hamba raja itu
pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua
itu:
"Daulat Tuanku, adapun patik
ini hamba juga pada kebawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di
Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke
Ayutia, maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda
berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada tempat ini, maka patik pun
kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah pada tempat
ini."
Maka titah baginda:
"Apa nama engkau?"
Maka sembah orang tua itu:
"Nama patik Encik
Tani."
Setelah sudah baginda mendengar
sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya. Dan pada malam
itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat
negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala
menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang
mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segala menteri
hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya, maka
baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai. Hatta antara dua bulan lamanya,
maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada negeri
yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam [negeri
yang sejahtera]. Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu
[dan pangkalannya itu] pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi,[itulah. Dan]
pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu. Syahdan
kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah.
Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk
lenyap itu. Demikianlah hikayatnya. Hatta antara berapa tahun lamanya baginda
di atas takhta kerajaan itu, maka bagindapun berputera tiga orang, dan yang tua
laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yang tengah perempuan bernama Tunku
Mahajai dan bungsu laki-laki bernama MahacaiPailang.
Hatta berapa lamanya maka Paya Tu
Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, dan beberapa segala hora dan tabib
mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda pun memberi titah kepada bendahara
suruh memalu canang pada segala daerah negeri: barang siapa bercakap mengobati
baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu. Arkian maka baginda pun sangat
kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara pun segera bermohon keluar duduk di
balairung menyuruhkan temenggung memalu canang, ikut seperti titah baginda itu.
Arkian maka temenggung pun segera bermohon keluar menyuruhkan orangnya memalu
canang. Hatta maka canang itu pun dipalu oranglah pada segerap daerah negeri
itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun tiada bercakap. Maka orang yang
memalu canang itu pun berjalan lalu di luar kampung orang Pasai yang duduk di
biara Kampung Pasai itu. Syahdan antara itu ada seorang Pasai bernama Syaikh
Sa'id. Setelah didengarnya oleh Syaikh Sa'id seru orang yang memalu canang itu,
maka Syaikh Sa'id pun keluar berdiri di pintu kampungnya. Maka orang yang memalu
canang itu pun lalulah hampir pintu Syaikh Sa'id itu. Maka kata Syaikh Sa'id:
"Apa kerja tuan-tuan memalu
canang ini?"
Maka kata penghulu canang itu:
"Tiadakan tuan hamba tahu akan
raja didalam negeri ini sakit merkah segala tubuhnya? Berapa segala hora dan
tabib mengobati dia tiada juga mau sembuh; jangankan sembuh, makin sangat pula
sakitnya. Dari karena itulah maka titah raja menyuruh memalu canang ini, maka
barang siapa bercakap mengobati raja itu, jikalau sembuh penyakitnya, diambil
raja akan menantu."
Maka kata Syaikh Sa'id:
"Kembalilah sembahkan kepada
raja, yang jadi menantu raja itu hamba tiada mau, dan jikalau mau raja masuk
agama Islam, hambalah cakap mengobat penyakit raja itu."
Setelah didengar oleh penghulu
canang itu, maka ia pun segera kembali bersembahkan kepada temenggung seperti
kata Syaikh Sa'id itu. Arkian maka temenggung pun dengan segeranya Pergi
maklumkan kepada bendahara seperti kata penghulu canang itu. Setelah bendahara
mendengar kata temenggung itu, maka bendahara pun masuk menghadap baginda
menyembahkan seperti kata tememggung itu. Maka titah baginda:
"Jikalau demikian, segeralah
bendahara suruh panggil orang Pasai itu."
Arkian maka Syaikh Sa'id pun
dipanggil oranglah. Hatta maka Syaikh Sa'id pun datanglah menghadap raja.Maka
titah raja pada Syaikh Sa'id:
"Sungguhkah tuan hamba bercakap
mengobati penyakit hamba ini?"
Maka sembah Syaikh Sa'id:
"Jikalau Tuanku masuk agama
Islam, hambalah mengobat penyakit Duli Syah 'Alam itu."
Maka titah raja:
"Jikalau sembuh penyakit hamba
ini, barang kata tuan hamba itu hamba turutlah."
Setelah sudah Syaikh Sa'id berjanji
dengan raja itu, maka Syaikh Sa'id pun duduklah mengobat raja itu. Ada tujuh hari lamanya,
maka raja pun dapatlah keluar dihadap oleh menteri hulubalang sekalian. Arkian
maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah kepada baginda, lalu kembali ke rumahya.
Antara berapa hari lamanya maka penyakit raja itupun sembohlah. Maka raja pun
mungkirlah ia akan janjinya dengan Syaikh Sa'id itu.Hatta ada dua tahun
selamanya, maka raja pun sakit pula, seperti dahulu itu juga penyakitnya. Maka
Syaikh Sa'id pun disuruh panggil pula oleh raja. Telah Syaikh Sa'iddatang, maka
titah baginda:
"Tuan obatlah penyakit hamba
ini. Jikalau sembuh penyakit hamba sekali ini, bahwa barang kata tuan hamba itu
tiadalah hamba lalui lagi."
Maka kata Syaikh Sa'id:
"Sungguh-sungguh janji Tuanku
dengan patik, maka patik mau mengobati Duli Tuanku. Jikalau tiada sungguh
seperti titah Duli Tuanku ini, tiadalah patik mau mengobat dia".
Setelah didengar raja sembah Syaikh
Sa'id itu demikian, maka raja pun berteguh-teguhan janjilah dengan Syaikh
Sa'id. Arkian maka Syaikh Sa'id pun duduklah mengobat raja itu. Ada lima
hari maka Syaikh Sa'id pun bermohonlah pada raja kembali kerumahnya. Hatta
antara tengah bulan lamanya, maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Syahdan raja
pula mungkir akan janjinya dengan Syaikh Sa'id itu. Hatta antara setahun
lamanya maka raja itu pun sakit pula, terlebih dari pada sakit yang dahulu itu,
dan duduk pun tiada dapat karar barang seketika. Maka Syaikh Sa'id pun disuruh
panggil oleh raja pula. Maka kata Syaikh Sa'id pada hamba raja itu:
"Tuan hamba pergilah sembahkan
kebawah Duli Raja, tiada hamba mau mengobati raja itu lagi, karena janji raja
dengan hamba tiada sungguh."
Hatta maka (hamba) raja itu pun
kembalilah, maka segala kata Syaikh Sa'id itu semuanya dipersembahkannya kepada
raja. Maka titah raja kepada bentara:
"Pergilah engkau panggil orang
Pasai itu, engkau katakan padanya jikalau sembuh penyakitku sekali ini,
tiadalah kuubahkan janjiku dengan dia itu. Demi berhala yang ku sembah ini,
jikalau aku mengubahkan janjiku ini, janganlah sembuh penyakitku ini
selama-lamanya."
Arkian maka bentara pun pergilah
menjunjungkan segala titah raja itu kepada Syaikh Sa'id. Maka kata Syaikh
Sa'id:
"Baiklah berhala tuan raja
itulah akan syaksinya hamba: jikalau lain kalanya tiadalah hamba mau mengobat
raja itu."
Hatta maka Syaikh Sa'id pun pergilah
mengadap raja. Setelah Syaikh Sa'id datang,maka titah raja:
"Tuan obatilah penyakit hamba
sekali ini. Jikalau sembuh penyakit hamba ini, barang yang tuan kata itu
bahwa sesungguhnya tiadalah hamba lalui lagi."
Maka kata Syaikh Sa'id:
"Baiklah, biarlah patik obat
penyakit Duli Tuanku. Jikalau sudah sembuh Duli Tuanku tiada masuk agama Islam
sekali ini juga, jika datang penyakit Tuanku kemudian harinya, jika Duli
Tuanku bunuh patik sekalipun, ridhalah patik; akan mengobat penyakit Tuanku
itu, patik mohonlah."
Maka titah raja:
"Baiklah, mana kata tuan itu,
hamba turutlah."
Setelah itu maka raja pun diobat
pula oleh Syaikh Sa'id itu. Hatta antara tiga hari lamanya maka Syaikh Sa'id
pun bermohon pada raja, kembali kerumahnya. Hatta antara dua puluh hari lamanya
maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Sebermula ada sebulan selangnya, maka
pada suatu hari raja semayam di balairung diadap oleh segala menteri hulubalang
dan rakyat sekalian. Maka titah baginda:
"Hai segala menteri
hulubalangku, apa bicara kamu sekalian, karena aku hendak mengikut agama
Islam?"
Maka sembah sekalian mereka itu:
"Daulat Tuanku, mana titah
patik sekalian junjung, karena patik sekalian ini hamba pada ke bawah Duli Yang
Mahamulia."
Hatta setelah raja mendengar sembah
segala menteri hulubalangnya itu, maka baginda pun terlalulah sukacita, lalu
berangkat masuk ke istana.Setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda
pun menitahkan bentara kanan pergi memanggil Syaikh Sa'id, serta bertitah pada
bendahara suruh menghimpunkan segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian.
Maka baginda pun semayam dibalairung diadap oleh rakyat sekalian. Pada tatkala
itu Syaikh Sa'id pun datanglah menghadap raja diiringkan oleh bentara. Setelah
Syaikh Sa'id itu datang maka raja pun sangatlah memuliakan Syaikh Sa'id itu.
Maka titah baginda:
"Adapun hamba memanggil tuan hamba
ini, karena janji hamba dengan tuan hamba ini hendak masuk agama Islam
itulah."
Setelah Syaikh Sa'id mendengar titah
raja demikian itu, maka Syaikh Sa'id pun segera mengucup tangan raja itu, lalu
dijunjungnya. Sudah itu maka diajarkanlah kalimat syahadat oleh syaikh,
demikian bunyinya:
"Asyhadu an la ilâha illa l-Lâh
wa asyhaduanna Muhammadan rasulu lLâh."
Maka raja pun kararlah membawa agama
Islam. Setelah sudah raja mengucap kalimat syahadat itu, maka Syaikh Sa'id pun
mengajarkan kalimat syahadat kepada segala menteri hulubalang dan rakyat yang
ada hadir itu pula.
Telah selesailah Syaikh Sa'id dari
pada mengajarkan kalimat syahadat pada segala mereka itu, maka sembah Syaikh
Sa'id:
"Ya Tuanku Syah 'Alam, baiklah
Tuanku bernama mengikut nama Islam, karena Tuanku sudah membawa agama Islam,
supaya bertambah berkat Duli Tuanku beroleh syafa'at dari Muhammad rasul Allah,
sallalLâhu alaihi wa sallama diakirat jemah."
Maka titah baginda:
"Jikalau demikian, tuan hambalah
memberi nama akan hamba."
Arkian maka raja itu pun diberi nama
oleh Syaikh Sa'id, Sultan Isma'il Syah ZillullâhFi l'Alam. Setelah sudah Syaikh
Sa'id memberi nama akan raja itu, maka titah baginda:
"Anak hamba ketiga itu baiklah
tuan hamba beri nama sekali, supaya sempurnalah hamba membawa agama
Islam."
Maka kembali Syaikh Sa'id:
"Barang bertambah kiranya
daulat sa'adat Duli Yang Mahamulia, hingga datang kepada kesudahan zaman
paduka anakanda dan cucunda Duli Yang Mahamulia karar sentosa di atas takhta
kerajaan di negeri Patani Dasussalam."
Arkian maka Syaikh Sa'id pun memberi
nama akan paduka anakanda baginda yang tua itu Sultan Mudhaffar Syah dan yang
tengah perempuan itu dinamainya Sitti 'A'isyah dan yang bungsu laki-laki
dinamainya Sultan Manzur Syah. Setelah sudah Syaikh Sa'id memberi nama akan
anakanda baginda itu, maka baginda pun mengaruniai akan Syaikh Sa'id itu
terlalu banyak dari pada emas perak dan kain yang indah-indah. Hatta maka
Syaikh Sa'id pun [pun] bermohonlah pada raja, lalu kembali ke rumahnya di biara
Kampung Pasai. Syahdan pada zaman itu segala rakyat yang di dalam negeri juga
yang membawa agama Islam, dan segala rakyat yang di luar daerah negeri seorang
pun tiada masuk Islam. Adapun raja itu sungguh pun ia membawa agama Islam, yang
menyembah berhala dan makan babi itu juga yang ditinggalkan; lain dari pada itu
segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya. Hatta antara berapa tahun
lamanya maka datang sebuah wangkang cina, lain dari pada 'adat purbakala
persembahnya itu, ada sebuah peluru batu, besarnya ada seperti bakulmuat
delapan gantang. Arkian telah nakhoda Cina itu bermohon turun ke perahunya, maka
baginda pun bertitah kepada bendahara dan segala menteri hulubalang sekalian:
"Apa bicara engkau sekalian,
nakhoda Cina persembahkan peluru kepada kita ini?"
Maka sembah segala menteri
hulubalangnya:
"Daulat Tuanku, patik sekalian
harapkan ampun beribu-ribu ampun kebawah Duli Yang Mahamulia ini."
Maka titah baginda:
"Pada hati kita akan nakhoda
Cina itu seorang dagang, maka ia memberikan kita sebutir peluru yang besar ini;
akan kita seorang raja sebuah negeri tiada menaruh bedil yang dapat dibedilkan
peluru itu. Maka menjadi 'aiblah kita pada segala negeri yang
asing."
Maka sembah segala menterinya:
"Sebenarnyalah seperti titah
Duli Yang Mahamulia itu; karena patik sekalian ini hamba ke bawah Duli Syah
'Alam, mana titah patik sekalian junjung."
Hatta maka titah baginda:
"Jika demikian temenggung
canangkanlah: jangan siapa-siapa membawa keluar tembaga dalam negeri ini tiga
tahun dan jangan dijual pada segala dagang; barang siapa melalui titah kita ini
kita bunuh."
Maka baginda pun berangkat masuk ke dalam
istana. Maka segala menteri hulubalangpun menyembah Lalu keluar pulang
masing-masing (ke) rumahnya. Maka temenggungpun menyuruhkan orangnya memalu
canang seperti titah raja itu. Syahdan dalam tiga tahun itu datanglah sebuah
selub dari Malaka berniaga membawa dagangan terlalu indah. Maka pada suatu hari
ada seorang orang Minangkabau asalnya, duduk ia menjadi saudagar di dalam
negeri Patani bernama Syaikh Gombak, maka iapun menyuruhkan seorang muridnya
yang bernama 'Abdulmu'min itu pergi menawarkan tembaga kepada nakhoda selub
itu. Maka nakhoda itu pun maulah ia membeli tembaga itu. Arkian maka Syaikh
Gombak pun berjuallah tembaga itu, adakadar empat pikul banyaknya sahaja. Maka
pada suatu malam maka Syaikh Gombak pun menyuruhkan 'Abdulmu'min
mengantarkan tembaga turun keselub itu. Maka'Abdul mu'min pun bertemu dengan
orang bandar memeriksa segala dagang itu, lalu ditangkapnya. Setelah hari siang
maka 'Abdulmu'min pun dibawa orang kepada laksamana. Arkian maka 'Abdulmu'min
pun diperiksa oleh laksamana:
"Siapa empunya tembaga ini?"
Maka dipersembahkannyalah segala
ahwalnya itu kepada laksamana. Hatta maka laksamana pun masuk mengadap raja
bersembahkan Syaikh Gombak berjual tembaga itu. Maka titah baginda pada
temenggung suruh bunuh Syaikh Gombak dua bermurid dengan 'Abdulmu'min itu di
Pintu Gajah di kaki Jambatan Kedi itu. Maka mayatnyapun dibuangkan pada sungai
parit itulah. Dengan taqdir Allah ta'âlâ diatas hambanya, maka mayat Syaikh
Gombak itu pun terdiri hingga pinggangnya di atas air itu, dan mayat
'Abdulmu'min itu terdiri sehingga dadanya di atas air. Apabila air surut mayat kedua
itu pun [hanyut] hilir, kedua beriring-iring seperti orang berjalan rupanya; apabila
air pasang mayat kedua orang itu pun hanyut balik ke Jambatan pula, tiga hari lamanya.Maka
dipersembahkan orang kepada Tuk Besar. Arakian maka Tuk Besar pun
masuk menghadap raja memohonkan mayat Nakhoda Gombak dengan mayat
'Abdulmu'min. Maka mayat itu pun dikaruniai baginda, maka mayat kedua itu pun
disuruh oleh Tuk Besar bawa ke seberang. Setelah sampai ke pantai seberang
itu, maka mayat NakhodaGombak dan 'Ahdulmu'min itu pun ditarik orang miik
hendak dikuburkan. Maka dengan takdir Allah t'âlâ mayat Tuk Panjang dua
bermurid dengan 'Abdulmu'min pun sekonyong-konyong memanjangkan dirinya dengan
lembut, tiada pernah mayat orang yang demikian itu. Maka mayat kedua itu pun
dikuburkan oranglah. Setelah sudah disebut orang kubur Tuk Panjang datang
sekarang ini pada tempat Tak Panjang itulah.
#source: other website
#source: other website
0 komentar:
Posting Komentar